Konon ceritanya, belik ini di masa lalu digunakan untuk memandikan para prajurit taruna yang selesai ujian kedigdayaan. Setelah lulus, mereka akan dimandikan di belik ini.
‘Kalau Belilk Muli dulu digunakan mandi para seniman, seperti seniman lengger dan kuda lumping, sebelum pementasan di kadipaten mereka mandi dulu di sana,” Teguh menerangan.
Dua belik tersisa juga memiliki mitologinya sendiri. Belik Naga Sari digunakan oleh para resi atau kiai sebelum beribadah. Adapun Belik Gondok adalah mata air yang muncul dari hasil ritual Ki Tepus Rumput.
“Ki Tepus Rumput setelah menjalankan puasa tujuh hari tujuh malam, kemudian beliau menginjakkan kaki ke tanah tiga kali maka munculah Belik Gondok,” dia mengungkapkan.
Di luar legenda, mitologi dan sejarah mata air Onje, secara langsung mata air juga sangat penting bagi warga. Hingga saat ini, mata air itu digunakan untuk keperluan sehari-hari dan pengairan pertanian.
Teguh berharap, Grebeg Onje membuat warga tak lupa dengan asal-usulnya. Grebeg Onje adalah napak tilas sejarah peradaban Purbalingga di masa silam.
“Ibarat sebuah pohon, pohon tidak akan meninggalkan akar dan batangnya, akar merupakan sejarah masa lalu, sedangkan batang adalah masa sekarang,” dia menuturkan.
Sesuai yang direncanakan, pada hari kedua Grebeg Onje, hadir Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi beserta suami, Asisten Sekda Bidang Administrasi Umum, Kepala organisasi perangkat daerah, Camat Mrebet dan Forkompimcam serta para kepala desa sekecamatan Mrebet.
Saksikan video pilihan berikut ini:
No comments:
Post a Comment