Liputan6.com, Jakarta - Umat muslim mulai melaksanakan puasa Ramadan pada hari ini, Senin (6/5/2019). Puasa kali ini agak berbeda karena bersinggungan dengan momen Pemilu 2019 yang digelar serentak, baik pilpres maupun pileg.
Suhu politik tentunya memanas sejak awal prosesi pendaftaran calon digelar, terlebih pada gelaran Pilpres 2019. Kemudian dilanjut dengan masa kampanye, debat kandidat, dan pemungutan suara.
Pendukung dan simpatisan dua kubu capres-cawapres saling adu argumen tentang kebaikan jagoan maupun keburukan lawannya. Istilah "cebong" dan "kampret" pun muncul di sosial media yang berlanjut ke dunia nyata.
Tak peduli siapa yang dihadapi, saudara dan kawan bisa menjadi lawan.
Kini, masyarakat masih menunggu hasil rekapitulasi suara yang terus dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Perseteruan masih saja terdengar.
Kedua pasang peserta Pilpres 2019 saling klaim kemenangan. Begitupula pendukungnya. Bahkan, ada yang meragukan hasil penghitungan KPU.
Jelang Ramadan, sejumlah tokoh berharap agar situasi ini mendingin. Mereka meminta masyarakat memanfaatkan bulan suci Ramadan untuk menjalin kembali persatuan usai Pilpres 2019.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu salah satunya. Dia menilai, sudah bukan saatnya lagi membicarakan perbedaan pilihan dalam Pilpres 2019. Sekarang, kata dia, waktunya bagi warga negara Indonesia bersatu.
Hal ini disampaikannya usai menghadiri acara Panggung Gembira Ramadhan 1440 H dengan tema Ayo Tingkatkan Pengendalian Diri dan Semangat Bela Negara Demi Persatuan Bangsa di CFD Bundaran HI, Jakarta Pusat.
"Kita ini sudah bukan dalam suasana Pemilu. Saya mau menyampaikan, sekarang tidak ada lagi 01, 02, sudah selesai, sudah berlalu. Yang ada sekarang mari kita bersatu," kata Ryamizard, Jakarta, Minggu (5/5/2019).
Menurut dia, Ramadan merupakan momen yang pas dan dapat digunakan sebaik mungkin untuk menjalin kembali persatuan. Sekaligus, lanjut dia, untuk tidak lagi menyebar hoaks.
"Dalam rangka bulan suci Ramadan, mari kita sucikan hati untuk bersatu. Jadi jangan sampai ada dendam, ada hoaks dan lain-lain. Sucikan dengan bulan puasa. Itu tujuannya," ungkap Ryamizard.
Dia juga mengingatkan, jika memang ada kecurangan dalam Pemilu kali ini, harus dibuktikan dengan jalur hukum dan perundang-undangan.
"Kalau ada bukti, silakan, Ini negara hukum," pungkas Ryamizard.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi pun mengungkapkan hal yang sama. Dia mengatakan, Ramadan harus menjadi momentum masyarakat mengakhiri semua silang sengketa, saling tuduh, fitnah dan saling olok dengan penyebutan "kampret" dan "cebong".
"Marilah kita kembali menjadi manusia yang mulia karena kita adalah saudara," kata dia.
Harapan yang sama juga diungkapkan Komunitas Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) Jakarta. Mereka menyarankan agar para elite memanfaatkan momen tersebut untuk mendinginkan suhu politik saat ini.
"Kita memasuki bulan Ramadan. Alangkah baiknya jika suasana adem dan kembali menjadi Indonesia adalah sebuah semangat yang harus kita bangun," kata Presidium Mafindo Ratih Ibrahim di Jakarta, Minggu (5/5/2019).
Menurut dia, menjaga keutuhan bangsa ini adalah tanggung jawab semua pihak.
"Saya mohon dengan kesadaran hati dan rasa hormat, sangat ideal jika para tokoh masyarakat memberikan insight tentang menjaga Indonesia yang adem, supaya bangsa ini kembali utuh," jelas Ratih.
Selain bergerak dan menyampaikan yang baik, para tokoh masyarakat juga perlu melawan hoaks sebagai kunci menciptakan Indonesia yang lebih tenang.
"Bersama kita perangi hoaks. Karena Indonesia akan adem tanpa hoaks," Ratih memungkasi.
https://www.liputan6.com/news/read/3957764/marhaban-ya-ramadan-momen-sucikan-hati-untuk-bersatu-kembali
No comments:
Post a Comment