Liputan6.com, Vatikan - Sehari setelah Paus Fransiskus mengejutkan dunia dengan mengakui bahwa para biarawati di lingkungan Gereja Katolik menjadi sasaran "perbudakan seksual" oleh pastor pendiri ordo Prancis, Vatikan berusaha mengklarifikasi pernyataannya.
"Ketika Bapa Suci, merujuk pada pembubaran sebuah Kongregasi, berbicara tentang 'perbudakan seksual,' ia merujuk pada 'manipulasi,' suatu bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang tercermin juga dalam pelecehan seksual," kata juru bicara Vatikan Alessandro Gisotti seperti dikutip dari CNN, Kamis (7/2/2019).
Sebelumnya, pada Rabu 6 Februari kemarin, Paus Fransiskus membuat pernyataan yang merupakan pertama kalinya ia secara terbuka mengakui pelecehan seksual terhadap biarawati oleh para uskup dan imam di lingkungan Gereja Katolik, dengan merujuk pada satu kasus di Prancis.
Apa yang Dikatakan Paus?
Komentar Paus datang saat konferensi pers di atas pesawat kepausan dalam penerbangan kembali ke Roma dari lawatan bersejarahnya ke Uni Emirat Arab.
Pernyataannya juga datang ketika Gereja Katolik berurusan dengan skandal pelecehan seksual di beberapa benua.
Selama konferensi pers di Abu Dhabi, Paus ditanyai oleh seorang reporter tentang artikel L'Osservatore dan bagaimana ia mungkin menghadapi masalah biarawati korban 'penyalahgunaan kekuasaan' para pendeta.
"Ada pastor dan juga uskup yang melakukan itu," kata Paus tentang biarawati yang menjadi korban pelecehan seksual.
"Dan aku yakin itu masih dilakukan ... Masalahnya terus berlanjut seperti ini. Kami sudah mengerjakan ini sejak lama."
Paus Fransiskus mengatakan Vatikan telah "menangguhkan beberapa ulama, mengusir mereka pergi karena ini" dan "membubarkan" beberapa kongregasi biarawati "yang sangat terikat dalam hal ini, sebuah korupsi."
"Haruskah sesuatu dilakukan lagi? Ya. Apakah kita memiliki keinginan untuk itu? Ya," katanya.
Paus Fransiskus menyebutkan kasus satu kongregasi biarawati di Prancis yang menjadi korban kekerasan. Ia mengatakan bahwa pendahulunya, Paus Emeritus Benediktus XVI, telah mencoba mengambil tindakan untuk memutus kekerasan itu, tetapi digagalkan oleh orang dalam Vatikan.
"Paus Benediktus memiliki keberanian untuk membubarkan sebuah kongregasi perempuan karena perbudakan perempuan ini telah masuk, bahkan perbudakan seksual, (yang dilakukan) oleh para imam atau oleh pendiri," kata Paus.
Menurut Vatikan, Paus Fransiskus merujuk pada Komunitas St. John, sebuah kelompok agama yang didirikan di Prancis pada tahun 1970-an. Kelompok itu terpecah menjadi dua, dengan satu pindah ke Spanyol, setelah pendirinya meninggal.
Pada 2013, komunitas itu secara terbuka mengakui bahwa pendirinya, Pastor Marie-Dominique Philippe, "kadang-kadang membuat gestur yang bertentangan dengan kesucian," kepada beberapa perempuan di bawah arahan rohaninya, menurut La Croix, sebuah surat kabar Katolik di Prancis. Tapi, tuduhan itu tidak secara terbuka menyebut "perbudakan seksual." Phillipe meninggal pada 2006.
Paus Benediktus XVI juga membubarkan kelompok sempalan St. Yohanes pada tahun 2013, suatu langkah yang dipuji Paus Fransiskus sebagai "kuat" dan "konsisten."
Dalam beberapa bulan terakhir, CNN, Associated Press dan beberapa outlet media lainnya menyoroti penyalahgunaan para uskup terhadap Biarawati di Asia, Amerika Selatan, dan Afrika.
"Ada kasus, biasanya di kongregasi baru dan di beberapa daerah lain," kata Paus Fransiskus pada Selasa 5 Februari. "Kami sedang mengerjakannya."
Simak video pilihan berikut:
Korban Adalah Kelompok Rentan di Lingkungan Gereja Katolik
Sampai saat ini, sebagian besar skandal telah difokuskan pada korban anak di bawah umur, yang mewakili sebagian besar kasus pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan Gereja Katolik.
Tetapi banyak umat Katolik mengatakan pelecehan terhadap orang dewasa yang rentan, termasuk biarawati dan seminaris, juga telah lama menjadi masalah di gereja.
Beberapa berharap gereja akan membahas masalah ini pada pertemuan mendatang tentang krisis pelecehan yang akan diselenggarakan oleh Paus Fransiskus pada 21 - 24 Februari di Roma.
Surat kabar Vatikan, L'Osservatore Romano, pekan lalu mengatakan penyalahgunaan kekuasaan pastor dan uskup terhadap biarawati kadang-kadang "diperburuk oleh fakta bahwa pelecehan terhadap perempuan menyebabkan korban hamil dan oleh itu merupakan asal usul aborsi paksa dan anak-anak yang tidak diakui oleh para imam."
Jika gereja "terus menutup mata terhadap skandal itu," tulis jurnalis Lucetta Scaraffia, "kondisi penindasan perempuan di gereja tidak akan pernah berubah."
No comments:
Post a Comment