Sebelumnya, Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali berlanjut disebut tidak akan merugikan AS. Dampak ke Negeri Paman Sam dinilai akan kecil meski ada adu tarif besar-besaran.
Alasan kuatnya ekonomi AS adalah diversifikasi. Artinya, AS mengandalkan beragam sektor sebagai penghasilan ekonomi mereka dan tidak bergantung ke satu saja.
"Saya pikir AS adalah ekonomi yang begitu besar dan terdiversifikasi sehingga dampak terhadap ekonomi keseluruhan akan relatif kecil," ujar Presiden Federal Reserve dari St. Louis, James Bullard, seperti dikutip Reuters.
Menurut Bullard, perang dagang baru akan merugikan AS jika terjadi dalam jangka panjang. Selain itu, negara-negara luar AS yang tergantung pada dagang juga lebih merasakan dampak perang dagang.
Umumnya, negara-negara itu hanya terseret oleh perang dagang yang terjadi. Pakar dari Morgan Stanley pun mengatakan buntunya negosiasi perang dagang bisa membawa resesi ke ekonomi seluruh dunia.
"Jika pembicaraan ini terhambat, tak ada kesepakatan yang disetujui, dan AS menerapkan 25 persen tarif kepada sekitar USD 300 miliar barang impor China, kami melihat ekonomi global menuju resesi," jelas Morgan Stanley.
Resesi ekonomi dunia ditandai pertumbuhan di bawah 2,5 persen. Tahun ini, IMF memperkirakan pertumbuhan dunia adalah 3,3 persen tahun ini, turun dari perkiraan tahun 2018 yakni 3,7 persen.
Perang dagang AS-China kembali berlanjut ketika Presiden Donald Trump menerapkan tarif baru pada Jumat, 10 Mei 2019. Kedua negara sempat mengambil gencatan senjata pada Desember lalu. Negosiasi dagang pun masih terus berlanjut.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3984040/efek-positif-perang-dagang-buat-indonesia-apa-saja
No comments:
Post a Comment