Menanggapi serangan mematikan yang terjadi di Polytechnic College, Semenanjung Krimea, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan hal tersebut tampaknya merupakan hasil globalisasi.
"Di media sosial, di internet, kami melihat penciptaan seluruh komunitas ekstremisme. Semuanya dimulai dengan peristiwa tragis di sekolah-sekolah di AS," lanjutnya sebagaimana dikutip dari BBC pada Jumat, 19 Oktober 2018.
Sebanyak 15 mahasiswa dan 5 orang dosen tewas dalam serangan pada Rabu, 17 Oktober 2018, di kampus teknik di Kota Kerch.
Pejabat setemapat mengidentifikasi pelaku sebagai seorang pria bernama Vladislav Roslyakov (18), yang tewas bunuh diri setelah melakukan penyerangan.
Roslyakov adalah seorang mahasiswa tahun keempat di kampus terbesar di Krimea itu, semenanjung di pesisir Laut Hitam yang dicaplok oleh Rusia dari Ukraina pada tahun 2014.
Pada hari Rabu, ledakan bom berskala besar memporak-porandakan kafetaria di kampus terkait, sebelum kemudian pelaku menyerbu gedung, menembak orang-orang dari jarak dekat dengan senapan berburu pompa-aksi.
Menteri Kesehatan Rusia Veronika Skvortsova mengatakan, ledakan dari perangkat buatan telah menghujani orang dengan pecahan peluru. "Beberapa organ internal korban pecah, kami menemukan serpihan kaca dan baut di hati, usus, pembuluh darah," katanya.
"Anggota tubuh korban yang terluka parah, telah diamputasi. Beberapa orang terpaksa kehilangan kaki dan tulang keringnya," lanjut Skvortsova. Pihak berwenang di Krimea telah menyatakan tiga hari berkabung. Layanan doa diadakan untuk para korban di sebuah lokasi peribadatan darurat dekat kampus.
Insiden berdarah itu adalah serangan paling mematikan yang terjadi di Semenanjung Krimea sejak aneksasi Rusia. Intervensi Rusia --yang diekcam oleh banyak kekuatan Barat-- menandai dimulainya konflik dengan para pemberontak yang didukung Rusia di timur Krimea, melawan pasukan pemerintah Ukraina.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3683723/satu-batalion-kepung-kediaman-miliarder-yang-diduga-agen-rusia
No comments:
Post a Comment